Artikel
Penanganan
Infrastruktur di Kalimantan Barat, Bak Cinta Bertepuk Sebelah Tangan
Pembangunan
infrastruktur di Kalimantan masih belum merata, khususnya di daerah-daerah
perbatasan di Kalimantan Barat. Padahal, pembangunan infrastruktur di kawasan
ini sangatlah memegang peranan penting. Tidak saja bagi pertahanan dan keamanan
negara, melainkan juga kesejahteraan masyarakat di daerah perbatasan. Masih
minimnya infrastruktur di daerah-daerah perbatasan Kalimantan Barat menjadi
perhatian khusus bagi Dinas Pekerjaan Umum Kalimantan Barat.
Hingga saat ini, jalan-jalan yang sudah dibuat oleh dinas PU Kalimantan, khususnya Kalimantan Barat (dalam hal ini Bina Marga) masih ada yang belum bisa menghubungkan satu desa ke desa lain. Sebagai contoh, jalan dari ibu kota kabupaten Sambas menuju ke Aruk sekitar 30 km jauhnya masih belum terhubung, padahal jalan tersebut akan menjadi jalan internasional, apalagi dengan adanya rencana pembukaan pintu gerbang perbatasan Aruk dalam waktu dekat. Demikian pula keadaan jalan negara, salah satunya jalan negara dari Pontianak ke Entikong. Belum lagi kondisi jalan-jalan antarkabupaten, misalnya di Sanggau, yang hancur dan berlubang. Banyaknya lubang-lubang terjadi akibat truk-truk bermuatan besar yang kapasitasnya melebihi 8 ton melewati jalan yang berkapasitas hanya 8 ton. Jalan penghubung antara Kalbar dan Kalteng juga masih belum tembus (terhubung) dan sekitar 72 km lebih masih berupa jalan tanah, sedangkan jalan penghubung antara Kaltim dan Kalteng sudah mulus beraspal.
Jembatan satu-satunya yang bisa menghubungkan jalan Trans Kalimantan dari Kalinantan Barat haruslah melalui sungai di Tayan. Akan tetapi jembatan tersebut masih belum jadi karena saat ini masih dalam tahap pembebasan lahan. Entah kapan diluncurkan dana sehingga jembatan yang rencananya sepanjang 2 km itu bisa terbangun. Jalan Trans Kalimantan yang belum terhubung hanyalah yang menghubungkan dengan Kalimantan Barat saja, sementara Trans Kalimantan yang menghubungkan antarprovinsi lainnya sudah.
Hingga saat ini, jalan-jalan yang sudah dibuat oleh dinas PU Kalimantan, khususnya Kalimantan Barat (dalam hal ini Bina Marga) masih ada yang belum bisa menghubungkan satu desa ke desa lain. Sebagai contoh, jalan dari ibu kota kabupaten Sambas menuju ke Aruk sekitar 30 km jauhnya masih belum terhubung, padahal jalan tersebut akan menjadi jalan internasional, apalagi dengan adanya rencana pembukaan pintu gerbang perbatasan Aruk dalam waktu dekat. Demikian pula keadaan jalan negara, salah satunya jalan negara dari Pontianak ke Entikong. Belum lagi kondisi jalan-jalan antarkabupaten, misalnya di Sanggau, yang hancur dan berlubang. Banyaknya lubang-lubang terjadi akibat truk-truk bermuatan besar yang kapasitasnya melebihi 8 ton melewati jalan yang berkapasitas hanya 8 ton. Jalan penghubung antara Kalbar dan Kalteng juga masih belum tembus (terhubung) dan sekitar 72 km lebih masih berupa jalan tanah, sedangkan jalan penghubung antara Kaltim dan Kalteng sudah mulus beraspal.
Jembatan satu-satunya yang bisa menghubungkan jalan Trans Kalimantan dari Kalinantan Barat haruslah melalui sungai di Tayan. Akan tetapi jembatan tersebut masih belum jadi karena saat ini masih dalam tahap pembebasan lahan. Entah kapan diluncurkan dana sehingga jembatan yang rencananya sepanjang 2 km itu bisa terbangun. Jalan Trans Kalimantan yang belum terhubung hanyalah yang menghubungkan dengan Kalimantan Barat saja, sementara Trans Kalimantan yang menghubungkan antarprovinsi lainnya sudah.
Sumber:
Analisis :
Kalimantan Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia
yang berbatasan darat langsung dengan negara Malaysia yaitu Serawak dan Sabah .
Dapat dilihat dalam artikel tersebut bahwa pembangunan infrastruktur di
Kalimantan masih belum merata, khususnya di daerah-daerah perbatasan di
Kalimantan Barat. Dalam hal pembangunan daerah dapat dikatakan bahwa provinsi
Kalimantan Barat belum bisa dikatakan sebagai provinsi yang maju dalam bidang
pembangunan daerahnya. Dapat kita lihat bahwa daerah perbatasan Kalimantan
Barat memliki potensi yang sangat luar biasa bagi Negara Indonesia misal dalam
bidang ekonomi karena para turis yang berkunjung ke Malaysia juga akan singgah
ke Negara Indonesia dikarenakan jaraknya yang begitu dekat. Menurut data alustita (bea&cukai), turis
(dari berbagai negara) yang datang ke Kuching Malaysia per tahun sekitar 1 juta
orang. Target pemerintah kita 30% dari itu akan singgah ke Indonesia. Akan tetapi
jika penangan infrastrukturnya tidak memadai target tersebut akan sia sia. Dalam
bidang jalur darat di propinsi ini jalan
paralel di sepanjang perbatasan belum lagi dibangun. Akibatnya terjadi
perbedaan kesejahteraan. Ketimpangan ekonomi ini membuat banyak penduduk di
daerah perbatasan mengadu nasib ke Serawak yang kebetulan lebih mudah
menyeberang ke dusun tetangga. Perbatasan Kalimantan (Kalbar dan
Kaltim/Kaltara) dengan Malaysia (di Serawak dan Sabah) begitu panjang. Hanya
tersedia beberapa pintu resmi.
Tapi memang ada ratusan pintu perbatasan tradisional yang tak dijaga. Secara etnis, bahasa, dan budaya penduduk perbatasan kebanyakan sama dengan Malaysia. Hanya, fasilitas, infrastruktur, dan tingkat kesejahteraan yang berbeda. Maka, mereka berdagang, berobat, sekolah, dan mengadu nasib di Malaysia. Memang tidak terjadi permasalahan ke Serawak, namun jumlah yang menyeberang cukup meningkat banyak.
Penduduk di perbatasan memiliki permasalahan kehidupan yang kompleks. Secara fisik mereka tinggal agak jauh dan terpencil dari kota terdekat. Namun mungkin saja lebih dekat dengan negara tetangga. Contoh, Desa Suruh Tembawang di Kabupaten Sanggau amat terisolasi dan sulit dijangkau dari kota Kecamatan Entikong. Daerah itu hanya bisa didatangi lewat sungai enam jam dan sewa perahu sekali jalan 1,5 juta rupiah. Produk kebutuhan rumah tangga yang beredar dari Malaysia seperti gula pasir atau Elpiji. Warga Indonesia bisa masuk dan belanja ke Tebedu (Malaysia) tanpa paspor dengan rupiah atau ringgit. Sedangkan warga Malaysia hanya bisa masuk sejauh 200 meter ke Entikong dan tak bisa berbelanja.
Tapi memang ada ratusan pintu perbatasan tradisional yang tak dijaga. Secara etnis, bahasa, dan budaya penduduk perbatasan kebanyakan sama dengan Malaysia. Hanya, fasilitas, infrastruktur, dan tingkat kesejahteraan yang berbeda. Maka, mereka berdagang, berobat, sekolah, dan mengadu nasib di Malaysia. Memang tidak terjadi permasalahan ke Serawak, namun jumlah yang menyeberang cukup meningkat banyak.
Penduduk di perbatasan memiliki permasalahan kehidupan yang kompleks. Secara fisik mereka tinggal agak jauh dan terpencil dari kota terdekat. Namun mungkin saja lebih dekat dengan negara tetangga. Contoh, Desa Suruh Tembawang di Kabupaten Sanggau amat terisolasi dan sulit dijangkau dari kota Kecamatan Entikong. Daerah itu hanya bisa didatangi lewat sungai enam jam dan sewa perahu sekali jalan 1,5 juta rupiah. Produk kebutuhan rumah tangga yang beredar dari Malaysia seperti gula pasir atau Elpiji. Warga Indonesia bisa masuk dan belanja ke Tebedu (Malaysia) tanpa paspor dengan rupiah atau ringgit. Sedangkan warga Malaysia hanya bisa masuk sejauh 200 meter ke Entikong dan tak bisa berbelanja.
Disisi lain dalam bidang kesehatan,ekonomi,
pendidikan di Kalimantan Barat .juga belum begitu maju dibanding daerah Pulau
Jawa. Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia hasil survei menyebutkan bahwa
Kalimantan Barat berada pada urutan 29 dari 33 propinsi di Indonesia. Disinilah
perlu upaya yang keras dari kabupaten/kota dan provinsi untuk meningkatkan
berbagai program terkait masalah ekonomi, kesehatan dan pendidikan di
Kalimantan Barat.
Sedangkan
menurut Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) Propinsi Kalimantan
Barat memiliki dua Kabupaten bermasalah kesehatan berat yaitu Landak dan Sekadau,
dari 12 kab/kota yang ada di Kalimantan Barat. Ini menunjukan masalah kesehatan
yang ada di kabupaten lainnya cukup baik tetapi tetap perlu peningkatan khususnya
di kecamatan perbatasan. Disisi lain pihak pemerintah dan masyarakat harus
salaing bekerjasama dan berinteraksi untuk meningkatkan mutu kesehatan di
propinsi tersebut.
Dalam hal ini pemerintah Indonesia harus benar benar memfokuskan
perhatian daerah perbatasan karena jika tidak masyarakat perbatasan akan dengan
sendirinya pindah kewarganegaraan ke negara Malaysia yang disebabkan faktor
ketidak pekaan pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar